Setelah kepindahanku ke BSD, aku menjadi familiar dengan KRL atau Kereta Rel Listrik komuter. Setiap pergi ke sekolah dan pulang dari sekolah, ferrariku yang indah itu (baca: ancot :D) selalu lewat rel kereta. Selalu macet dan kadang bikin spot jantung. Soalnya, angkotku bisa aja tidak bisa bergerak walaupun palang pintu sudah mau ditutup dan alarm suara kereta mau lewat berbunyi. Padat banget! Ini dia kesalahan infrastuktur nomer 92083082 (saking tidak terhitungnya): menempatkan pasar di samping stasiun. Pintaar!
Namun, tak apalah. Kuanggap saja jantung deg-degan itu pemanasan pagi. Kemacetan itu juga bisa membuatku berimajinasi. Seperti yang satu ini.
Aku sadar, bahwa kereta itu seperti kita manusia. Kita semua berangkat dari stasiun, dan kita semua pasti punya tujuan. Di tengah jalan, kereta berhenti di beberapa stasiun. Menaikan dan menurunkan penumpang. Kalau kita, berganti-ganti tempat, untuk mendapatkan teman dan somehow, teman-teman itu pada akhirnya terseleksi dan berkurang dengan sendirinya. Lalu, kereta harus tetap jalan sesuai waktunya walaupun ada penumpang yang masih belum naik. Namun, kereta punya jadwalnya sendiri. Ia tidak bisa berhenti semena-mena untuk menunggu seorang penumpang yang masih berjalan, bahkan berlari sekuat tenaga kearahnya. Ia harus tetap pergi menuju stasiun selanjutnya. Iya, seperti kehidupan kita.
Life doesn't stop for anybody.
Di tengah perjalanan, kadang kereta suka macet, tidak mau bergerak. Tetapi masinis harus bisa pintar-pintar menyelesaikan masalah itu agar bisa sampai ke tempat tujuan. Tak mungkin kan stay disitu saja? Seperti halnya kita. Walaupun banyak masalah yang menghadang ditengah perjalanan kita, kita tidak boleh menyerah begitu saja. Harus diselesaikan. Kalau lari dari masalah, kapan selesainya? Kalau masinis kabur karena kereta macet, bagaimana nasib si penumpang yang ingin sampai ke tempat tujuan?
Saat kereta berjalan, banyak tempat yang terlewati dan pemandangan yang membentang luas. Pemandangan itu tidak selalu indah. Kadang kala sawah hijau yang memanjakan mata, kadang pemukiman kumuh atau tumpukkan sampah yang baunya menusuk hidung. Seperti di kehidupan. Setiap hari, pasti menemukan pemandangan yang berbeda, juga cerita-cerita yang berbeda. Dari cerita itulah kita dapat belajar untuk menjadi lebih baik.
Dan pada akhirnya, kereta itu sampai ke stasiun terakhir. Menurunkan semua penumpang didalamnya. Berakhirlah tugas sang kereta pada hari itu, dan lanjut lagi di hari yang selanjutnya. Hal yang kita tuju dalam kehidupan sudah tergapai, saatnya mencari tujuan yang baru.
Cheeeerios!
Kereta
Cerita dibalik garis
Membuat garis memang mudah. Hanya tinggal menggoreskan penamu secara lurus di secarik kertas. Namun, makna dari garis lebih dari itu.
Sejujurnya, aku suka garis. Karena dari goresan-goresan itulah, muncul gambar-gambar yang indah. Tapi entah kenapa, aku suka sekali menghubungkan teori garis dengan teori kehidupan. Banyak yang dapat kita pelajari dari coretan lurus bernama garis.
Dulu, aku pernah bilang. Ada yang bernama parallel lines, yaitu dua garis berhadapan namun sampai kapanpun tidak akan pernah bertemu. Ada pula yang bernama intersection lines, yaitu dua garis yang berjalan menuju satu sama lain dan akhirnya bertemu di satu titik.
Kisah cinta manusia juga seperti itu.
Parallel lines, mereka yang tidak akan pernah bertemu.
dan intersection lines, mereka yang bertemu, hanya berpotong pada satu titik dan kemudian melanjutkan perjalanannya.
Dari kedua itu, manakah yang akan kamu pilih?
Tidak pernah bertemu,
atau bertemu, namun pada akhirnya harus berpisah?
Sejujurnya, aku suka garis. Karena dari goresan-goresan itulah, muncul gambar-gambar yang indah. Tapi entah kenapa, aku suka sekali menghubungkan teori garis dengan teori kehidupan. Banyak yang dapat kita pelajari dari coretan lurus bernama garis.
Dulu, aku pernah bilang. Ada yang bernama parallel lines, yaitu dua garis berhadapan namun sampai kapanpun tidak akan pernah bertemu. Ada pula yang bernama intersection lines, yaitu dua garis yang berjalan menuju satu sama lain dan akhirnya bertemu di satu titik.
Kisah cinta manusia juga seperti itu.
Parallel lines, mereka yang tidak akan pernah bertemu.
dan intersection lines, mereka yang bertemu, hanya berpotong pada satu titik dan kemudian melanjutkan perjalanannya.
Dari kedua itu, manakah yang akan kamu pilih?
Tidak pernah bertemu,
atau bertemu, namun pada akhirnya harus berpisah?
Sunday, 15 March 2015
This is a poem I made back then. More than a year ago.
Berjalan
Tanpa tujuan
Berangan-angan
Akan kebahagiaan
Ingin ku pergi
Bersama mimpi
Yang kudekap di hati
Ingin ku menari
Di bawah pelangi
Lalu menjadi abadi.
Berjalan
Tanpa tujuan
Berangan-angan
Akan kebahagiaan
Ingin ku pergi
Bersama mimpi
Yang kudekap di hati
Ingin ku menari
Di bawah pelangi
Lalu menjadi abadi.
Wednesday, 11 March 2015
Aku, yang selama ini hanya bisa berharap dan berdoa. Aku, yang selama ini menatap kesuksesan orang lain dan berfikir, "beruntung sekali orang itu.". Aku, yang selama ini mendambakan sebuah bercak keajaiban datang padaku. Tanpa kusadari, memang keajaiban itu datang. Dalam bentuk kesadaran,
I've been really naïve for my whole life.
I thought that it is possible for a prince charming to fall in love with an unappealing girl who never took care of her beauty.
I wished, if he could love me for who I am. For my personality, my kindness, my sincerity, and my love to him.
I thought people were born lucky. They're blessed with their attractive faces, great bodies, their intelligence. I used to envy my pretty friends who were really appealing even in the same uniform as I am. They were appealing, had a long list of ex-lovers (okay, I USED to care a lot about it), and yet they still had perfect grades. I wondered, how? Why is God so unfair?
I used to blame God on everything.
Aku kemudian melihat teman-temanku yang kelihatannya bersantai-santai, mengaku tidak pernah belajar, dan terlihat tidak pedulian terhadap sekolah. Ketika ulangan dibagikan, nilai mereka lebih besar daripada aku. Karena aku berfikir, "ah, mereka aja nggak belajar, mengapa aku harus?"
How naive of me.
Bahwa setiap pencapaian pasti digapai dengan susah payah. Setiap hal membahagiakan pasti menuaikan sejarah. Setiap kesuksesan... Pasti ada kegagalan.
I've been really naïve for my whole life.
I thought that it is possible for a prince charming to fall in love with an unappealing girl who never took care of her beauty.
I wished, if he could love me for who I am. For my personality, my kindness, my sincerity, and my love to him.
I thought people were born lucky. They're blessed with their attractive faces, great bodies, their intelligence. I used to envy my pretty friends who were really appealing even in the same uniform as I am. They were appealing, had a long list of ex-lovers (okay, I USED to care a lot about it), and yet they still had perfect grades. I wondered, how? Why is God so unfair?
I used to blame God on everything.
Aku kemudian melihat teman-temanku yang kelihatannya bersantai-santai, mengaku tidak pernah belajar, dan terlihat tidak pedulian terhadap sekolah. Ketika ulangan dibagikan, nilai mereka lebih besar daripada aku. Karena aku berfikir, "ah, mereka aja nggak belajar, mengapa aku harus?"
How naive of me.
Bahwa setiap pencapaian pasti digapai dengan susah payah. Setiap hal membahagiakan pasti menuaikan sejarah. Setiap kesuksesan... Pasti ada kegagalan.
Subscribe to:
Posts (Atom)